Saguling, BANGBARA.COM.- Pimpinan Paguron Pencak Silat Pusaka Medal Wangi, Desa Cipangeran, Kecamatan Saguling, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Abah Dedih, mengaku prihatin dengan kondisi generasi penerus bangsa yang terbawa arus globalisasi.
“Jadi sekarang banyak orang menganggap pencak silat itu ortodok (ajaran kuno-red),” ujar Dedih saat ditemui bangbara, Rabu (20/1/2021).
Dia pun menyayangkan pola fikir masyarakat yang cenderung lebih memuja budaya asing ketimbang budaya bangsa sendiri.
“Kalau seni budaya deungeun (asing-red) dimainkan, seni kita diabaikan,” tandasnya.
Berawal dari rasa keprihatinan tersebut, kemudian Dedih memutuskan untuk melatih anak-anak warga sekitar, agar menanamkan kecintaan terhadap budaya sendiri.
“Jadi abah itu ngabebenah (memperbaiki) lah, agar masyarakat tidak melupakan budaya sendiri,” tutur Dedih.
Secara tradisional pencak silat adalah seni untuk menghindari segala hal yang mencelakai.
Karakteristik menghadapi serangan adalah gerakan yang ringan, cepat, dan terperkirakan.
Biasanya gerakan itu tidak bersifat melawan kekuatan penyerang, melainkan cenderung menyesuaikan dengan arah serangan dan membawanya ke dalam situasi melumpuhkan.
Seorang ahli pencak silat, kata Dedih, siap terhadap berbagai situasi. Mampu menyesuaikan diri dan membalas dengan cepat hingga serangan yang datang menjadi lumpuh.
“Pada dasarnya pencak silat itu untuk silaturahmi. Namun tentu saja bisa berguna dalam mempertahankan diri. Asal digunakan pada saat yang betul-betul diperlukan,” tegas Dedih.
Dirinya berharap, agar kedepan budaya asli Indonesia salah satunya pencak silat dapat terus dilestarikan.
Reporter: Mohammad Addien
Editor: En-En
Komentar